Sabtu, 26 Desember 2009

Herawati si Bidan Pongpong




Jakarta, Sehari dayung, tiga empat pulau didatangi. Begitulah pengabdian sang bidan di daerah terpencil Riau seperti Herawati. Rasa capek, lelah dan panas menjadi makanan sehari-hari Herawati yang dijuluki bidan pongpong karena selalu setia melayani masyarakat kecil dengan sampannya.

Tidak banyak memang, bidan yang pernah punya pengalaman membantu melahirkan bayi di atas sampan. Pengalaman itulah yang dialami bidan Herawati asal Riau yang dinobatkan sebagai bidan inspirasional pada Srikandi Award 2009.

Herawati adalah satu dari tiga bidan inspirasional yang dianggap memberi inspirasi dalam memajukan kesehatan masyarakat, khususnya di kepulauan Riau.

Bidan kelahiran Duaralingga, 20 Desember 1976 ini tiap harinya harus mengarungi 3 hingga 4 pulau untuk menemui masyarakat yang membutuhkan bantuannya.

"Di kepulauan Riau itu ada sekitar 8 pulau dan hampir seperempat penduduknya adalah suku laut, jadi untuk menemui masyarakat saya harus berkeliling dari satu pulau ke pulau lainnya," tutur Herawati ketika ditemui detikhealth dalam acara Srikandi Award di Balai Kartini, Jakarta, Rabu malam (23/12/2009).

Untuk mengarungi pulau-pulau tersebut, Herawati menggunakan sampan kayu khas Riau yang disebut Pongpong sehingga masyarakat mengenalnya sebagai bidan pongpong.

Saat ini Herawati menangani 6 posyandu yang satu sama lain terpisahkan oleh laut. Untuk menempuh jarak antar pulau tersebut dibutuhkan waktu sekitar 45 menit hingga satu jam.

Rasa capek, lelah dan panas sudah menjadi makanan sehari-hari Herawati. Namun dibalik semua itu ada perasaan yang tak bisa terbayarkan oleh apapun juga.

"Kalau dibilang capek ya pasti capek, tapi diantara capek itu ada kepuasan batin tersendiri," ujar Bidan yang sekarang sedang meneruskan pendidikan D3-nya kebidanannya di Prodi Kebidanan Poltekes Riau.

Pengalaman menarik yang dialami Herawati menjadi bidan adalah menolong seorang ibu yang melahirkan di atas sampan pada tahun 2004.

"Kebanyakan masyarakat disana walaupun sudah punya rumah tapi masih merasa lebih betah tinggal di sampan, jadi kalau ada yang terpaksa melahirkan disana, saya harus membantunya," tuturnya.

Herawati awalnya tidak pernah bercita-cita jadi bidan, tapi keadaan masyarakat di sekitarnyalah yang menggugahnya untuk menjadi bidan.

"Cita-cita saya dulu adalah menjadi polwan, tapi melihat kehidupan disana yang susah mencari tenaga kesehatan, saya jadi berpikir untuk mengabdikan diri untuk masyarakat disana," jelasnya.

Saat ini harapan Herawati adalah bisa menurunkan angka kematian ibu dan bayi di daerahnya. Tidak gampang melakukan hal itu karena masyarakat disana lebih percaya pada dukun untuk membantu melahirkan.

"Tiap keluarga biasanya punya dukun masing-masing, jadi butuh kerja keras dan pendekatan yang tepat untuk menyadarkan mereka. Tapi Alhamdulillah dengan penyuluhan pada tokoh masyarakat dan kunjungan door to door yang terus menerus, sekarang mereka sudah mulai percaya pada bidan. Jadi tingkat kematian ibu dan bayi juga sudah menurun," kata perempuan yang sudah mengabdi menjadi bidan selama 13 tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Klik Comment untuk komentar dan pertanyaan Anda. TERIMAKASIH.