Sabtu, 06 Februari 2010

Taktik agar selamat


Sesungguhnya kebenaran yang Allah turunkan di dalam kitab-kitab-Nya adalah pelindung bagi umat, di mana kitab itu diturunkan bersih dari penyimpangan dan kesesatan. Akan tetapi, para pemilik jiwa yang sakit membenci kebenaran dan memusuhinya. Orang-orang dengan kerusakan dan kejahatan yang telah mendarah daging di dalam jiwa mereka selalu ingin menyesatkan hamba-hamba Allah dengan kesesatan yang jauh. Oleh karena itu, mereka berusaha dengan sunguh-sungguh untuk menyelewengkan kitab ini. Jika gagal, maka mereka membelokkan makna-makna di dalam hati dan pemikiran manusia.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menyampaikan bahwa ketika iman di hati Bani Israil melemah, kerusakan merajalela di lingkungan mereka, dan orang-orang zhalim lagi rusak menguasai mereka, mereka pun hendak mengganti agama Bani Israil, mengubah dan menyelewengkannya, maka mereka menulis kitab yang berisi teori-teori dan prinsip-prinsip yang menyelisihi kandungan kitab mereka yang benar. Mereka hendak membawa Bani Israil agar mengikutinya dan meninggalkan yang diturunkan oleh Allah kepada mereka.

Sekelompok orang yang memiliki kekuasaan di kalangan mereka mengajak kepada penerapan kesesatan melalui cara kekuatan. Siapa yang setuju dengan mereka, maka mereka biarkan. Dan barangsiapa menyelisihi, maka dipenggal lehernya. Begitulah pengikut kekufuran dan kesesatan menerapkan prinsip-prinsip mereka dengan ujung pedang, seperti yang dilakukan oleh komunisme terhadap orang-orang yang mereka kuasai pada zaman ini. Jutaan orang telah dibantai demi tercapainya penerapan prinsip-prinsip mereka.

Seorang yang cerdik di kalangan Bani Israil tidak setuju dengan cara kekuatan. Dia mengusulkan kepada kawan-kawannya agar kitab ini ditunjukkan kepada salah seorang ulama mereka. Sepertinya orang alim ini adalah orang-orang yang berpengaruh dan berpengikut. Jika dia setuju maka Bani Israil akan mengikuti dan berjalan di belakang mereka.

Kelihatannya orang alim ini mengetahui tipu muslihat makar mereka. Ketika mereka memangginya, dia telah mempersiapkan diri. Dia menulis kitab yang diturunkan dari Allah dan meletakkannya di sebuah tanduk. Lalu dia menggantungkannya di lehernya dan ditutupi oleh baju yang dipakainya. Mereka menyodorkan kitab yang mereka buat kepadanya. Mereka bertanya, "Apakah kamu beriman kepada ini?" Dia menunjuk dadanya tempat tanduk penyimpan kitab tersebut, lalu dia menjawab, "Aku beriman kepada ini. Mengapa aku tidak beriman kepada ini?" Mereka memahami bahwa yang dia maksud adalah kitab mereka. Mereka tidak menyadari bahwa maksudnya adalah kitab yang dia tunjuk di dadanya.

Perbuatan seperti ini pernah dilakukan oleh Najasyi yang beriman kepada Rasulullah. Dia menulis kitab yang berisi akidahnya yang benar. Manakala para pemberontak dari kalangan kaumnya mendatanginya dan menuduhnya telah mengubah agamanya dan meninggalkan agama Isa, dia pun ditanya tentang akidahnya. Dia menjawab,"Inilah agamaku." Seraya menunjuk kepada kitab yang tergantung di dadanya.

Murid-muridnya mengetahui sikapnya yang sebenarnya. Ketika dia wafat dan mereka hendak memandikannya, mereka melihat kitab di dadanya. Mereka mengetahui akidahnya yang sebenarnya. Dan yang dia maksudkan adalah kitab tersebut manakala dia berkata, "Aku beriman kepada ini, dan mengapa aku tidak beriman kepada ini."

Sesudahnya, orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh kelompok lebih, dan kelihatannya orang alim ini selamat di sisi Allah dengan perbuatannya tersebut. Tauriyah(mengajukan sikap/ jawaban yang seakan-akan sesuai dengan keinginan pihak lawan, tetapi sebenarnya tidak demikian)-nya berguna baginya di sisi Allah.

Sebagian orang yang menisbatkan diri kepada Islam telah berusaha meletakkan buku-buku di mana mereka menyelewengkan Kitabullah dengannya atau mewajibkan kaum muslimin untuk mengikutinya dan meninggalkan Al-Quran, atau mereka meletakkan jalan-jalan dan prinsip-prinsip yang dijadikan semacam keyakinan dan prinsip yang membelokkan arah Islam dan pengikutnya. Dan karena semua itu, maka telah banyak kaum muslimin yang tersesat. Namun Al-Quran tetap terjaga dan tidak tergantikan sebagaimana kitab-kitab yang lain. Dengan ini Al-Quran selalu menjadi batu karang kokoh yang menghadang arus kekufuran dan komunisme sepanjang sejarah.

Pelajaran-Pelajaran Dan Faedah-Faedah Hadis

1. Hadis ini menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi secara sengaja menyelewengkan kitab mereka, dan bahwa mereka menulis kitab yang menyelisihi Taurat. Al-Quran telah menyatakan peristiwa ini di beberapa ayat, seperti yang dinyatakan oleh hadis.

2. Para pengikut kebatilan bekerja untuk mengeluarkan manusia dari agama mereka dan merusak mereka agar bisa bebas bermain nafsu syahwat dan menzhalimi manusia, serta melakukan apa yang mereka inginkan untuk mereka lakukan tanpa ada yang melarang.

3. Seorang muslim agar bisa lolos dari kebatilan, dia boleh menggunakan seperti cara yang digunakan oleh orang alim tersebut dan Najasyi. Allah telah membolehkan perbuatannya. Allah telah memberi kesaksiannya bahwa golongan yang mengikuti orang alim ini adalah kelompok Bani Israil terbaik. Dan sepertinya Allah memaafkan orang dengan perbuatan seperti yang dilakukan orang alim itu, jika kerusakan atau keburukan telah menyebar dan berkonfrontrasi dalam menghadapinya tidaklah berguna. Seandainya orang alim ini menghadapi kelompok yang berkuasa dengan perlawanan, niscaya kepalanya menggelinding. Seandainya Najasyi melawan kaumnya, niscaya kepala dan kerajaannya akan runtuh. Dan tanpa ragu, keberadaan orang alim ini dan penguasa itu diatas keyakinan keduanya mengandung banyak kebaikan. Si alim mempunyai pengikut yang teguh di atas kebenaran, sedangkan Najasyi menggunakan kekuatannya untuk menolong Islam dan menjaga kaum muslimin.

4. Bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh kelompok lebih.

Seorang yang lari dari Istana demi ke imanan nya kepada Tuhannya


ni adalah kisah seorang laki-laki shalih dari kalangan Bani Israil yang dipilih oleh kaumnya sebagai raja bagi mereka. Dia takut terhadap akibat buruk kerajaan, maka dia kabur dari negerinya dan pergi ke sebuah tempat yang jauh di mana tidak ada seorang pun yang mengenalnya. Dia makan dari hasil keringat sendiri dan beribadah kepada Tuhannya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menceritakan kepada kita bahwa laki-laki ini beribadah kepada Allah di atas Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis. Kita tidak mengetahui mengapa ia memilih Masjidil Aqsa sebagai tempat tinggalnya. Apakah itu tempat tinggal sementara di mana dia beribadah sendiri di sebagian malamnya, atau dia meletakkan syarat atas kaumnya agar tempat tinggalnya berada di atas Baitul Maqdis. Kita tidak mengerti hakikat perkara ini, akan tetapi tinggalnya dia di atas masjid dalam keadaan shalat menunjukkan bahwa dia orang yang bertaqwa dan baik.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menceritakan kepada kita bahwa raja ini pada suatu hari merenungi keadaannya manakala dia sedang beribadah kepada Allah di atas Masjidil Aqsha. Pada malam itu dia shalat di malam yang tenang dan rembulan menaungi Baitul Maqdis dengan sinarnya. Laki-laki ini memikirkan dirinya dan tugas yang dipikulnya. Dia berfikir tentang tempat kembalinya manakala Tuhannya bertanya kepadanya tentang hari-hari di mana dia berkuasa, sejauh mana dia berpegang kepada syariat-Nya. Dia melihat perilakunya pada waktu memegang kekuasaan. Dia merasa jalannya kurang baik. Sepertinya laki-laki ini berada di tingkat rohani yang tinggi dengan pengaruh iman, keyakinan, serta ibadahnya di tempat yang suci di suatu malam yang tenang.

Perenungannya mendorongnya untuk berlari meninggalkan kekuasaan dan kepemimpinan. Dia pergi di bumi Allah yang luas mencari sebuah tempat di mana tidak seorang pun mengenalnya dalam rangka beribadah kepada Allah, jauh dari tanggungjawab berat yang dibebankan oleh kekuasaan di pundaknya jauh dari godaan serta fitnah kekuasaan.

Berlari seperti ini bukanlah perkara yang mudah. Duduk di kursi kekuasaan, mengendalikan rakyat dan memegang kendali segala urusan memiliki kenikmatan tersendiri dalam jiwa. Dunia tunduk kepada raja dan pemimpin. Dia mengatur urusan rakyat, kaumnya mentaatinya, bergelimang kenikmatan, dan memegang uang dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi orang seperti laki-laki ini untuk meninggalkan kursi kerajaan jika pendorong di dalam dirinya bukan sesuatu yang besar, yang mengungguli pendorong yang ada pada diri raja-raja untuk tetap memegang kekuasaan. Hati laki-laki ini penuh dengan rasa takut kepada Allah. Dia khawatir jika terus menjabat, maka amalnya akan mencelakainya dan tuhannya murka karenanya. Maka dia dengan mudah meninggalkan kekuasaan dan berlepas diri darinya.

Dia takut jika berterus terang menyampaikan niatnya kepada kaumnya, hal itu justru membuat mereka tidak mendukungnya. Sebaliknya, mereka memaksanya melakukan apa yang tidak diinginkannya. Oleh karena itu, dia bertekad kabur pada malam itu. Sepertinya pintu-pintu masjid tertutup dan dia pun tidak mungkin membiarkannya berada di tempat dengan pintu yang terbuka. Dia takut jika meminta tentaranya untuk membuka pintu, maka pengawal pribadinya pasti tidak akan membiarkannya berjalan sendiri. Sudah menjadi kebiasaaan bagi para pengawal, jika raja keluar, mereka akan mengelilinginya. Mereka tidak membiarkannya karena takut terhadap keselamatannya. Terlebih jika raja pergi di kegelapan malam. Jika raja memaksa para pengawalnya untuk tidak mengikutinya, maka biasanya mereka mengikuti dari kejauhan sementara sang raja tidak merasa dan mengetahuinya.

Dia menemukan jalan yang baik untuk kabur, yaitu pergi secara diam-diam supaya mereka tidak mengetahui kepergiannya. Sebagian riwayat hadis menyebutkan bahwa raja ini menemukan seutas tali di tempatnya itu, dia mengikat dengan kuat dan merayap turun dengan tali itu dari atas masjid sampai turun ke tanah. Di sanalah dia lalu mengembara di bumi Allah yang luas. Dan sampailah pengembaraannya di tepi laut. Di sana suatu kaum yang bekerja mencetak bata. Dia bergabung dengan mereka, bekerja seperti mereka dan mendapatkan upah seperti mereka. Dia makan dari hasil keringatnya sendiri. Jika waktu shalat tiba dia meniinggalkan pekerjaannya demi shalat.

Pekerja baru yang bergabung kepada para pekerja lainnya adalah contoh tersendiri. Dia bersungguh-sungguh dalam bekerja, teguh beragama, dan menjaga hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. Pekerja-pekerja lain melihat keutamaannya dan akhlaknya yang mulia melalui pembawaan, ucapan, dan perbuatannya. Maka mereka menyampaikan hal itu kepada raja atau kepala desa mereka yang berdekatan dengan mereka. Dan sepertinya kepala desa ini adalah orang shalih yang mencintai orang-orang yang shalih pula. Dia ingin mengenal laki-laki yang tinggal di desanya itu maka dia meminta pembantunya untuk mengundangnya. Tetapi dia menolak untuk hadir. Justru, dia kabur dari kaumnya karena takut terhadap kerajaan dan fitnah-fitnahnya.

Undangan kepala desa kepadanya terulang, begitu pula penolakannya pun terulang. Tidak ada jalan lain bagi kepala desa itu kecuali mengambil kendaraannya dan pergi menemuinya di tempat dia bekerja. Begitu laki-laki ini melihat kepala desa mendatanginya, dia langsung berlari sekuat tenaga. Kepala desapun mengejarnya di atas kudanya yang tegap, sementara laki-laki itu di atas kedua kakinya. Kelihatannya laki-laki ini adalah laki-laki yang kuat dan tangguh, walaupun dia seorang raja. Hal ini dia buktikan dengan turunnya dia dari tempat yang tinggi dengan hanya merambat seutas tambang. Perkara seperti ini hanya bisa dilakukan oleh laki-laki yang tangguh. Begitu pula dia bekerja membuat bata yang membuktikan kekuatan dan kekokohannya, karena pekerjaan seperti ini memerlukan kesabaran dan ketelatenan. Oleh karena itu, dia bisa mendahului kepala desa yang berkuda dan berlari darinya, dan kepala desa itu tidak mampu menyusulnya.

Di sini tidak ada cara lain bagi kepala desa yang ingin berbincang dengannya kecuali memanggilnya dan meminta kepadanya agar diberi kesempatan untuk berbicara, setelah kepala desa berjanji kepadanya untuk tidak menyakitinya. Laki-laki itu berhenti dan berbincang. Dia menjelaskan keadaannya bahwa dia adalah seorang raja yang lari meninggalkan kaumnya. Ketakutannya kepada Allah mendorongnya untuk melepaskan tampuk kekuasaan.

Keadaan laki-laki ini ternyata sama dengan keadaaan kepala desa. Sepertinya kedua orang ini satu ide. Kepala desa ini juga telah bertekad untuk melakukan apa yang telah dilakukan oleh laki-laki ini. Oleh karena itu, kepala desa meninggalkan posisi yang didudukinya dan bergabung dengan laki-laki tersebut. Keduanya meninggalkan desa tersebut dan berkelana berdua dengan saling menjaga persaudaraan. Berdua beribadah kepada Allah di bumi Allah yang luas. Keduanya terus menjalani hal itu sampai maut menjemputnya di daerah yan gjauh lagi terpencil di Mesir. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita bahwa kedua orang ini sama-sama berdoa kepada Allah agar dimatikan secara bersamaan, dan sepertinya hal itu dikabulkan-Nya.

Sahabat perawi hadis mengetahui tempat kubur keduanya berdasarkan ciri-ciri dan tanda-tanda yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Rumailah Mesir.

Mungkin muncul pertanyaan, "Bukankah lebih baik bagi kedua laki-laki ini jika keduanya tetap memegang kedudukan mereka lalu menggunakan kekuasaan itu untuk memperbaiki rakyat, memerangi kemungkaran, menegakkan kebaikan dan menerapkan syariat Allah?

Jawabannya, bahwa hal ini berbeda, sesuai dengan kondisinya. Sebagian orang lemah dalam urusan kepemimpinan. Dia mendapati dirinya tidak kuasa untuk berjalan di atas jalan yang lurus jika dia sebagai penguasa. Kekuasaan bisa menyeretnya kepada kerusakan. Dan bisa jadi dia mampu mengatur urusan-urusan rakyat, akan tetapi terdapat penghalang-penghalang di mana dia tidak bisa mengikisnya. Misalnya, keburukan dan kerusakan telah mengakar di daerah yang dikuasainya, dan jika dia membawa mereka kepada jalan yang benar bisa jadi mereka akan melawan dan mengambil kekuasaan dengan cara-cara dosa.

Adapun jika penguasa mampu mengarahkan kekuasaannya, memerangi kejahatan, dan menegakkan kebaikan, maka ketetapannya untuk terus memegang kendali kekuasaan akan lebih baik dan lebih besar pahalanya daripada berkonsentrasi kepada ibadah. Dan sepertinya kedua laki-laki ini termasuk dalam golongan yang pertama.

Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis

1. Di antara hamba-hamba Allah terdapat golongan hamba yang mementingkan beribadah kepada Allah di atas kekuasaan dan jabatan. Mereka itu adalah contoh manusia yang tidak umum. Semua orang pasti merasa heran terhadap mereka di setiap waktu dan tempat.
2. Adanya keteladanan yang tinggi di kalangan Bani Israil pada masa dahulu di kalangan mereka, bahwa terdapat orang-orang shalih yang terpilih.
3. Anjuran shalat malam dalam syariat Bani Israil
4. Bani Israil memiliki para pemimpin yang bukan nabi.
5. Mengenal bidang profesi yang ada pada masa itu, seperti adanya pembuatan tambang dan bata pada masa itu.
6. Sewa-menyewa. Para pekerja yang membuat bata, bekerja dengan upah. Dan laki-laki yang kabur meninggalkan kerajaannya juga bekerja dengan upah.

Larangan Menegakkan Hukum Hanya Kepada Orang Lemah Tidak Kepada Orang Terpandang



Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali

Diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa kaum Quraisy sangat prihatin disebabkan kasus seorang wanita al-makhzumiyyah yang kedapatan mencuri. Mereka berkata, "Siapakah yang berani berbicara kepada Rasulullah saw.? Tidak ada yang berani kecuali Usamah, orang yang dikasihi oleh Rasulullah saw." Maka Usamah pun berbicara kepada beliau. Rasulullah berkata, "Apakah engkau ingin memberikan bantuan untuk menghalangi penegakan hukum Allah?" Kemudian beliau bangkit dan berkhutbah, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya ummat sebelum kalian sesat disebabkan apabila orang-orang terpandang kedapatan mencuri maka mereka lepaskan dari hukuman namun apabila orang lemah yang mencuri mereka menegakkan hukuman atasnya. Demi Allah, kalau Fathimah bin Muhammad mencuri niscaya Muhammad akan memotong tangannya," (HR Bukhari [6788] dan Muslim [1688]).

Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Tegakkanlah hukum Allah atas orang yang dekat ataupun orang yang jauh. Janganlah engkau terpengaruh celaan orang-orang yang suka mencela dalam penegakan hukum Allah'," (Hasan, HR Ibnu Majah [2540]).

Kandungan Bab:

1. Kerasnya pengharaman memberikan bantuan dalam masalah hudud setelah kasusnya sampai kepada imam (penguasa).
2. Pemilahan dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh penguasa adalah bentuk kezhaliman yang bisa mendatangkan kebinasaan dan kesesatan atas ummat. Oleh karena itu seharusnya atas waliyul amri tidak pandang bulu dalam penegakan hukum Allah dan syari'atnya atas orang yang berhak menerimanya, meskipun ayah atau anak sendiri, atau karib kerabat atau orang yang terhormat, mulia dan terpandang.
3. Diharuskan mengingkari secara tegas terhadap oknum yang berusaha meremehkan penegakan hukum hudud atau meminta keringanan untuk menggugurkan hukuman atau memberikan bantuan bagi terpidana.
4. Imam atau wakilnya harus menjalankan proses hukum apabila kasusnya sudah diangkat kepadanya. Janganlah ia menerima pembelaan dari orang-orang yang berusaha memberi pembelaan. Janganlah ia terpengaruh dengan orang-orang yang suka mencela dalam menegakkan hukum Allah.


Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/478-480.

Larangan Menjalankan Hukum Atas Orang Gila



Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. saat itu beliau berada di masjid. Laki-laki itu memanggil beliau, 'Wahai Rasulullah, aku telah berzina!' Namun Rasulullah saw. berpaling darinya, sehingga ia mengulangi pengakuannya sampai empat kali. Setelah ia bersaksi atas dirinya sebanyak empat kali persaksian Rasulullah memanggilnya dan bertanya, 'Apakah engkau gila?' Ia menjawab, 'Tidak!' 'Apakah engkau sudah menikah?' tanya beliau. 'Sudah!' katanya. Maka Nabi saw. berkata, 'Bawa dia dan rajamlah'," (HR Bukhari [V/68]).

Kandungan Bab:


1. Apabila orang gila laki-laki ataupun perempuan terkena hukum hudud maka hukuman tidak dijalankan atasnya. Karena pena telah diangkat atasnya hingga ia sembuh. Oleh karena itulah Rasulullah saw. bertanya kepada laki-laki tersebut, "Apakah engkau gila?"
2. Di antara para sahabat yang memutuskan hukum ini ialah Ali bin Abi Thalib r.a dan disetujui oleh Umar r.a.


Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata, "Dihadapkan kepada Umar seorang wanita gila yang berzina. Beliau bermusyawarah dengan beberapa orang untuk memutuskan hukumnya. Umar memerintahkan agar wanita itu dirajam. Lalu wanita itu dibawa dan kebetulan melintas di hadapan ALi bin Abi Thalib r.a. Beliau bertanya, 'Ada apa dengan perempuan ini?' Mereka menjawab, 'Ia adalah perempuan gila dari bani Fulan telah berzina. Umar memerintahkan agar ia dirajam.' Ali berkata, 'Lepaskanlah ia.' Kemudian Ali mendatangi Umar dan berkata, 'Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau ketahui bahwa pena telah diangkat atas tiga macam orang: atas orang gila hingga ia sembuh, atas orang tidur hingga bangun, atas anak kecil hingga ia baligh.' Umar menjawab, 'Tentu saja.' Ali berkata, 'Kalau begitu bebaskan ia.' Umar berkata, 'Ya, bebaskan ia.' Maka Ali pun bertakbir'."Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ali berkata, "Tidakkah engkau ingat bahwa Rasulullah saw. bersabda, 'Diangkat pena atas tiga orang. orang gila yang tidak beres akalnya hingga ia sembuh, orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia baligh'." Umar menjawab, "Benar!" Ali berkata, "Kalau begitu bebaskanlah!" (Shahih, HR Abu Dawud [4399]).

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/480-481.