Sabtu, 06 Februari 2010

Seorang yang lari dari Istana demi ke imanan nya kepada Tuhannya


ni adalah kisah seorang laki-laki shalih dari kalangan Bani Israil yang dipilih oleh kaumnya sebagai raja bagi mereka. Dia takut terhadap akibat buruk kerajaan, maka dia kabur dari negerinya dan pergi ke sebuah tempat yang jauh di mana tidak ada seorang pun yang mengenalnya. Dia makan dari hasil keringat sendiri dan beribadah kepada Tuhannya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menceritakan kepada kita bahwa laki-laki ini beribadah kepada Allah di atas Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis. Kita tidak mengetahui mengapa ia memilih Masjidil Aqsa sebagai tempat tinggalnya. Apakah itu tempat tinggal sementara di mana dia beribadah sendiri di sebagian malamnya, atau dia meletakkan syarat atas kaumnya agar tempat tinggalnya berada di atas Baitul Maqdis. Kita tidak mengerti hakikat perkara ini, akan tetapi tinggalnya dia di atas masjid dalam keadaan shalat menunjukkan bahwa dia orang yang bertaqwa dan baik.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menceritakan kepada kita bahwa raja ini pada suatu hari merenungi keadaannya manakala dia sedang beribadah kepada Allah di atas Masjidil Aqsha. Pada malam itu dia shalat di malam yang tenang dan rembulan menaungi Baitul Maqdis dengan sinarnya. Laki-laki ini memikirkan dirinya dan tugas yang dipikulnya. Dia berfikir tentang tempat kembalinya manakala Tuhannya bertanya kepadanya tentang hari-hari di mana dia berkuasa, sejauh mana dia berpegang kepada syariat-Nya. Dia melihat perilakunya pada waktu memegang kekuasaan. Dia merasa jalannya kurang baik. Sepertinya laki-laki ini berada di tingkat rohani yang tinggi dengan pengaruh iman, keyakinan, serta ibadahnya di tempat yang suci di suatu malam yang tenang.

Perenungannya mendorongnya untuk berlari meninggalkan kekuasaan dan kepemimpinan. Dia pergi di bumi Allah yang luas mencari sebuah tempat di mana tidak seorang pun mengenalnya dalam rangka beribadah kepada Allah, jauh dari tanggungjawab berat yang dibebankan oleh kekuasaan di pundaknya jauh dari godaan serta fitnah kekuasaan.

Berlari seperti ini bukanlah perkara yang mudah. Duduk di kursi kekuasaan, mengendalikan rakyat dan memegang kendali segala urusan memiliki kenikmatan tersendiri dalam jiwa. Dunia tunduk kepada raja dan pemimpin. Dia mengatur urusan rakyat, kaumnya mentaatinya, bergelimang kenikmatan, dan memegang uang dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi orang seperti laki-laki ini untuk meninggalkan kursi kerajaan jika pendorong di dalam dirinya bukan sesuatu yang besar, yang mengungguli pendorong yang ada pada diri raja-raja untuk tetap memegang kekuasaan. Hati laki-laki ini penuh dengan rasa takut kepada Allah. Dia khawatir jika terus menjabat, maka amalnya akan mencelakainya dan tuhannya murka karenanya. Maka dia dengan mudah meninggalkan kekuasaan dan berlepas diri darinya.

Dia takut jika berterus terang menyampaikan niatnya kepada kaumnya, hal itu justru membuat mereka tidak mendukungnya. Sebaliknya, mereka memaksanya melakukan apa yang tidak diinginkannya. Oleh karena itu, dia bertekad kabur pada malam itu. Sepertinya pintu-pintu masjid tertutup dan dia pun tidak mungkin membiarkannya berada di tempat dengan pintu yang terbuka. Dia takut jika meminta tentaranya untuk membuka pintu, maka pengawal pribadinya pasti tidak akan membiarkannya berjalan sendiri. Sudah menjadi kebiasaaan bagi para pengawal, jika raja keluar, mereka akan mengelilinginya. Mereka tidak membiarkannya karena takut terhadap keselamatannya. Terlebih jika raja pergi di kegelapan malam. Jika raja memaksa para pengawalnya untuk tidak mengikutinya, maka biasanya mereka mengikuti dari kejauhan sementara sang raja tidak merasa dan mengetahuinya.

Dia menemukan jalan yang baik untuk kabur, yaitu pergi secara diam-diam supaya mereka tidak mengetahui kepergiannya. Sebagian riwayat hadis menyebutkan bahwa raja ini menemukan seutas tali di tempatnya itu, dia mengikat dengan kuat dan merayap turun dengan tali itu dari atas masjid sampai turun ke tanah. Di sanalah dia lalu mengembara di bumi Allah yang luas. Dan sampailah pengembaraannya di tepi laut. Di sana suatu kaum yang bekerja mencetak bata. Dia bergabung dengan mereka, bekerja seperti mereka dan mendapatkan upah seperti mereka. Dia makan dari hasil keringatnya sendiri. Jika waktu shalat tiba dia meniinggalkan pekerjaannya demi shalat.

Pekerja baru yang bergabung kepada para pekerja lainnya adalah contoh tersendiri. Dia bersungguh-sungguh dalam bekerja, teguh beragama, dan menjaga hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. Pekerja-pekerja lain melihat keutamaannya dan akhlaknya yang mulia melalui pembawaan, ucapan, dan perbuatannya. Maka mereka menyampaikan hal itu kepada raja atau kepala desa mereka yang berdekatan dengan mereka. Dan sepertinya kepala desa ini adalah orang shalih yang mencintai orang-orang yang shalih pula. Dia ingin mengenal laki-laki yang tinggal di desanya itu maka dia meminta pembantunya untuk mengundangnya. Tetapi dia menolak untuk hadir. Justru, dia kabur dari kaumnya karena takut terhadap kerajaan dan fitnah-fitnahnya.

Undangan kepala desa kepadanya terulang, begitu pula penolakannya pun terulang. Tidak ada jalan lain bagi kepala desa itu kecuali mengambil kendaraannya dan pergi menemuinya di tempat dia bekerja. Begitu laki-laki ini melihat kepala desa mendatanginya, dia langsung berlari sekuat tenaga. Kepala desapun mengejarnya di atas kudanya yang tegap, sementara laki-laki itu di atas kedua kakinya. Kelihatannya laki-laki ini adalah laki-laki yang kuat dan tangguh, walaupun dia seorang raja. Hal ini dia buktikan dengan turunnya dia dari tempat yang tinggi dengan hanya merambat seutas tambang. Perkara seperti ini hanya bisa dilakukan oleh laki-laki yang tangguh. Begitu pula dia bekerja membuat bata yang membuktikan kekuatan dan kekokohannya, karena pekerjaan seperti ini memerlukan kesabaran dan ketelatenan. Oleh karena itu, dia bisa mendahului kepala desa yang berkuda dan berlari darinya, dan kepala desa itu tidak mampu menyusulnya.

Di sini tidak ada cara lain bagi kepala desa yang ingin berbincang dengannya kecuali memanggilnya dan meminta kepadanya agar diberi kesempatan untuk berbicara, setelah kepala desa berjanji kepadanya untuk tidak menyakitinya. Laki-laki itu berhenti dan berbincang. Dia menjelaskan keadaannya bahwa dia adalah seorang raja yang lari meninggalkan kaumnya. Ketakutannya kepada Allah mendorongnya untuk melepaskan tampuk kekuasaan.

Keadaan laki-laki ini ternyata sama dengan keadaaan kepala desa. Sepertinya kedua orang ini satu ide. Kepala desa ini juga telah bertekad untuk melakukan apa yang telah dilakukan oleh laki-laki ini. Oleh karena itu, kepala desa meninggalkan posisi yang didudukinya dan bergabung dengan laki-laki tersebut. Keduanya meninggalkan desa tersebut dan berkelana berdua dengan saling menjaga persaudaraan. Berdua beribadah kepada Allah di bumi Allah yang luas. Keduanya terus menjalani hal itu sampai maut menjemputnya di daerah yan gjauh lagi terpencil di Mesir. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita bahwa kedua orang ini sama-sama berdoa kepada Allah agar dimatikan secara bersamaan, dan sepertinya hal itu dikabulkan-Nya.

Sahabat perawi hadis mengetahui tempat kubur keduanya berdasarkan ciri-ciri dan tanda-tanda yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Rumailah Mesir.

Mungkin muncul pertanyaan, "Bukankah lebih baik bagi kedua laki-laki ini jika keduanya tetap memegang kedudukan mereka lalu menggunakan kekuasaan itu untuk memperbaiki rakyat, memerangi kemungkaran, menegakkan kebaikan dan menerapkan syariat Allah?

Jawabannya, bahwa hal ini berbeda, sesuai dengan kondisinya. Sebagian orang lemah dalam urusan kepemimpinan. Dia mendapati dirinya tidak kuasa untuk berjalan di atas jalan yang lurus jika dia sebagai penguasa. Kekuasaan bisa menyeretnya kepada kerusakan. Dan bisa jadi dia mampu mengatur urusan-urusan rakyat, akan tetapi terdapat penghalang-penghalang di mana dia tidak bisa mengikisnya. Misalnya, keburukan dan kerusakan telah mengakar di daerah yang dikuasainya, dan jika dia membawa mereka kepada jalan yang benar bisa jadi mereka akan melawan dan mengambil kekuasaan dengan cara-cara dosa.

Adapun jika penguasa mampu mengarahkan kekuasaannya, memerangi kejahatan, dan menegakkan kebaikan, maka ketetapannya untuk terus memegang kendali kekuasaan akan lebih baik dan lebih besar pahalanya daripada berkonsentrasi kepada ibadah. Dan sepertinya kedua laki-laki ini termasuk dalam golongan yang pertama.

Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis

1. Di antara hamba-hamba Allah terdapat golongan hamba yang mementingkan beribadah kepada Allah di atas kekuasaan dan jabatan. Mereka itu adalah contoh manusia yang tidak umum. Semua orang pasti merasa heran terhadap mereka di setiap waktu dan tempat.
2. Adanya keteladanan yang tinggi di kalangan Bani Israil pada masa dahulu di kalangan mereka, bahwa terdapat orang-orang shalih yang terpilih.
3. Anjuran shalat malam dalam syariat Bani Israil
4. Bani Israil memiliki para pemimpin yang bukan nabi.
5. Mengenal bidang profesi yang ada pada masa itu, seperti adanya pembuatan tambang dan bata pada masa itu.
6. Sewa-menyewa. Para pekerja yang membuat bata, bekerja dengan upah. Dan laki-laki yang kabur meninggalkan kerajaannya juga bekerja dengan upah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Klik Comment untuk komentar dan pertanyaan Anda. TERIMAKASIH.