Kamis, 17 Desember 2009

Kepada Mu ku bersujud




Gratisan Musik

Kematian Pasti Datang ; Apakah bekal anda ? Antara Syorga & Neraka ; Percayakah Anda dan kemana kita berakhir??

Pernahkan kita berhenti sejenak, dan bertanya pada diri kita sendiri, apa yang terjadi pada kita di malam pertama ketika kita meninggal?



Apa yang telah kita persiapkan untuk kematian—sesuatu yang pasti datang kepada kita? Apakah kita akan berada di tempat yang baik ataukah di tempat yang buruk? Seberapa sering kita mengingat mati? Pikirkanlah sejenak, saat dimana tubuh kita dimandikan dan akan segera dikuburkan.




Pernahkah kita memikirkan saat dimana orang-orang membawa tubuh kita ke pekuburan? Dan ketika semua keluarga kita menangis.




Pernahkah kita memikirkan saat tubuh kita diletakkan di dalam liang lahat? Semuanya gelap, dan hanya tanah dan tanah belaka.




Di saat itu, kita menyadari kita sendirian. Tak ada orang lain, dan semuanya begitu sempit. Tulang-tulang kita bahkan saling berdesakkan sendirinya.




Mungkin saat itu kita tengah menyesali semua perbuatan buruk kita di dunia. Kita mungkin baru menyesali akhlak kita terhadap orang tua kita, kita menyesali mengapa kita tidak mengenakan hijab. Tak ada uang. Tak ada perhiasan. Yang ada hanya semua perbuatan kita.





Dan ketika kita ditutup, mungkin kita ingin berteriak dan menyeru semua orang agar jangan pergi dari kuburan kita. Tapi kita tak bisa terdengar. Kita mendengar langkah kaki mereka menjauhi kita. Dan kemudian, di situlah kita berada, rumah masa depan kita yang pasti akan kita tempati.

Selasa, 15 Desember 2009

Syaikh, Ada Seorang Muslim Bekerja dengan Orang Kafir, Apa Nasihat Anda Untuknya?



Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin

Jawaban:



Saya anjurkan kepada orang itu agar dia mencari pekerjaan lain yang di dalamnya tidak ada musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya, serta tidak ada orang-orang yang tunduk kepada selain Islam. Jika mudah baginya mencari pekerjaan itu, itulah yang diharapkan, tetapi jika tidak mudah mencarinya maka tidak berdosa baginya tetap bekerja dengannya karena dia mengerjakan pekerjaannya sendiri, tetapi dengan syarat jangan sampai di dalam hatinya ada rasa cinta kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai wali. Dia juga tidak boleh menerapkan apa yang ditetapkan syarat keapdanya, seperti mengucapkan salam dan menjawab salam. Begitu pula tidak boleh baginya, menghadiri dan merawat jenazahnya, tidak mengikuti perayaan hari rayanya, tidak mengucapkan selamat hari raya kepadanya dan tetap berusaha untuk mengajaknya agar masuk Islam.

Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 197.

Bagaimana Hukumnya Mengadakan Peringatan Hari Ulang Tahun Anak atau Pernikahan?



Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin


Jawaban:



Dalam Islam tidak ada hari raya selain hari Jum'at sebagai hari raya mingguan, tanggal pertama bulan Syawwal yaitu Idul Fitri setelah Ramadhan, dan tanggal sepuluh Dzulhijjah yang dikenal dengan Idul Adha. Kadang hari Arafah disebut hari raya bagi penduduk Arafah dan hari Tasyriq setelah hari raya Idul Adha.

Sedangkan merayakan hari kelahiran seseorang atau anak-anaknya atau peringatakan hari pernikahan dan sebagainya tidak disyariatkan, tetapi bila dikaitkan dengan bid'ah lebih mendekati kepada hukum mubah.

Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 184.

Apakah Perdukunan itu dan Bagaimana Hukumnya Mendatangi Dukun?



Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin

Jawaban:

Kata kahanah (perdukunan) diambil dari kata at-takahhun dengan wazan fa'aalah, yaitu mengira-ira dan mencari-cari hakikat dengan cara yang tidak ada dasarnya. Para masa jahiliyah cara semacam ini ditempuh oleh para kaum untuk berhubungan dengan syetan yang mencuri-curi berita dari langit, lalu syetan-syetan itu memberitahukannya kepada para dukun tersebut. Kemudian para dukun itu menukil kalimat yang dikirim oleh syetan-syetan dari langit itu, lalu mereka memberitahukannya kepada manusia. Jika apa yang dikatakannya itu sesuai dengan realitas, manusia takjub keapdanya dan mereka dijadikan sebagari referensi alam menetapkan hukum di antara mereka dan dalam menentukan arah masa depan. Maka dari itu kami katakana bawha dukun adalah orang yng mmberitahukan tentang sesuatu yang ghaib di masa yagn akan datang.

Orang yang datang kepada dukun dibagi menajdi tiga macam:

Pertama, orang yang datang kepda dukun tetapi tiak mempercayainya, maka ini hukumnya haram dan akibat dari tindakan itu, shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari, seperti yang dijelaskan alam hadis Shahih Muslim bahwa Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang mendatangi orang pintar(dukun) lalu bertanya sesuatu kepadanya maka shalatnya tidak diterima selama empat puluah hari atau empat puluh malam." (Diriwayatkan Muslim) (Ditakhrij oleh Muslim dalam kitab Alaihis salam-Salam, bab Tahrim Al-kahanah wa Ityan Al-Kahhan."

Kedua, datang kepada dukun, bertanya kepadanya dan mempercayai berita yang dikabarkannya, maka ini adalah kafir kepada Allah karena dia membenarkn orang yang mengaku mengetahui alam ghaib, sementara mempercayai orang yang mengaku mengetahui alam ghaib adalah mendustakan firman Allah, "Katakanlah, "tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan." (An-Naml: 65).

Maka dari itu, dijelaskan dalam hadits shahih, "Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya maka dia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu Alahi wa Sallam." (Diriwayatkan At-Tirmidzi). (Ditakhrij oleh At-Tirmidzi dalam kitab Ath-Thaharah, bab "Ma Ja'a fi Karahiyati Ityani Al-Haidh", (135) Ibnu Majah, kitab Ath-Thaharah bab "An-Nahyu 'An Ityan Al-Haidh" (639) dan dishahihkan oleh Al-Bani rahimakumullahu dalam Al-Irwa' (6817).

Ketiga, datang kepada dukun lalu bertanya kepadanya unatuk menjelaskan keadaannya kepada manusia bahwa itu adalah perdukunan, kebohongan dan kesesatan. Tindakan semacam ini tidak apa-apa, dalilnya adalah bahwa Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam di datangi oleh Ibnu Shayyad, lalu Nabi menyingkap sesuatu yang disimpan dalam dirinya dan Nabi bertanya kepadanya, apa yang disembunyikannya?" DIa menjawab, "Alaihis salam…"-maksudnya adalah asap. Lalu Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Pergi, niscaya kamu tidak akan bisa melampaui batas kemampuanmu." (DItakhrij oleh Al-Bukhari kitab Al-Janaiz, bab "Idza Aslama Ash-Shabi Famata hal Yashil 'Alaihi…" (1354); dan Muslim kitab Al-FItan bab "Dzikr Ibnu Sayyad, (2924).

Dengan demikian orang yang datang kepada dukun dapat dikatagorkan menjadi tiga:

Pertama, orang yang datang kepada dukun untuk bertanye kapdanya tanpa bermaksud mempercayainya dan tanpa bermaksud menjelaskan kedatangannya kepada masyarakat. Tindakan seperti ini haram hukumnya dan berakibat shalat tidak diterima selama empat puluh malam.

Kedua, bertanye kepadanya lalu mempercayainya, maka ini adalah kafir kepada Allah. Orang yang melakukan tindakan semacam ini hendaklah dia bertaubat dan kembali kepada Allah, jika tidak maka dia mati dalam keadaan kafir.

Ketiga, mendatanginya lalu bertanya untuk menguji dan menelaskan keadaannya kepada manusian, maka ini hukumnya tidak apa-apa.

Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 161- 163.

Hukum Pindah Rumah untuk Menghindari Musibah



Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin

Seseorang tinggal di suatu rumah. Sejak tinggal di rumah itu, dia selalu sakit-sakitan dan ditimpa banyak musibah hingga menjadikannya dan isterinya putus asa, bolehkah dia meninggalkan rumah itu untuk menghindari musibah yang menimpanya itu?

Jawaban:

Memang untuk hikmah tertentu, Allah menjadikan sebagian rumah, kendaraan atau isteri ada yang membawa sial seperti adanya bahaya, hilang manfaat, dan sebagainya. Jika demikian halnya, diperbolehkan baginya, menjual rumah itu dan pindah ke rumah lain, semoga dengan perpindahan itu Allah memberikan tempat yang lebih baik. Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, "Kesialan itu ada pada tiga hal: rumah, wanita dan tunggangan(kendaraan)." (Ditakhrij oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Jihad wa As-Sair, bab "Ma Yudzkaru di Syu'mi Al-Faras", (2858) dan Muslim kitab As-Salam, bab "Ath-Thairah, wa Al-Fa'I, wa Ma Yakunu fihi Asy-Syu'mu," (2225).

Sebagian kendaraan ada yang membuat sial, sebagian isteri ada yang membuat sial, dan sebagian rumah juga ada yang membuat sial. Jika seseorang mengetahui hal itu, maka hendaknya dia sadar bahwa semua itu sudah ditakdirkan oleh Allah memberikan hikmah tersendiri pada takdir-Nya; maka sebaiknya dia pindah ke tempat lain. Wallahu a'alam.

Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 185.

Menghadapi Tantangan Syaitan, Diri, dan Hawa Nafsu



Dalam pasal ini ada beberapa faktor paling signifikan yang membuat manusia tersesat, di antaranya:

1. Bujuk rayu syetan.
2. Insiparasi yang datang dari nafsu ammaarah.
3. Godaan hawa nafsu.

Ketiga hal tersebut merupakan sumber kejahatan dan fitnah serta sumber kesesatan dan kerusakan pada masa-masa kritis.

1. Bujuk rayu syetan

Allah SWT berfirman (artinya), Iblis berkata: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh." Iblis menjawab: "Karena Engkau Telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)," (Al-A'raaf: 14-17).

Berkata Iblis: "Ya Tuhanku!, (kalau begitu) Maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan." Allah berfirman: "(Kalau begitu) Maka Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari waktu yang Telah ditentukan." Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka," (Al-Hijr: 36-40).

Trik melepaskan diri dari godaan dan penyesatan syetan
1. Menjadikan syetan sebagai musuh. Sebagaimana dalam firman Allah:

"Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagi kalian, Maka jadikanlah ia musuh (kalian), karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala," (Fathir: 6)

2. Mengikuti rambu-rambu yang telah ditentukan oleh Allah dan berjalan di atas jalan yang lurus. Firman Allah SWT:

"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus," (Yaasiin: 60-61).

"Dan sesungguhnya (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa," (Al-An'am: 153).

3. Berusaha menjadi seorang mukmin yang bertawakkal dan memohon perlindungan kepada Allah. Firman Allah SWT, "Apabila kamu membaca Al-Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk. Sesungguhnya syetan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhan-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (syetan) hanyalah atas orang-orang yang menjadikannya sebagai wali-wali mereka dan atas orang-orang yang mempersekutukan dengan Allah," (An-Nahl: 98-100).

4. Senantiasa bersungguh-sungguh menjadi orang yang mengingat Allah, melaksanakan ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Firman Allah SWT:

"Barangsiapa yang berpaling dari mengingat Allah yang Maha Pemurah (Al-Quran), maka akan Kami datangkan baginya syetan (yang menyesatkan), maka syetan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan Sesungguhnya syetan-syetan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk," (Az-Zukhruf: 36-37).
5. Senantiasa menumbuhkan ketakwaan kepada Allah dan muraqobah kepada-Nya. Firman Allah SWT:

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya," (Al-A'raf: 201).
6. Selalu mengingat, dan sadar setelah dilupakan oleh syetan, menjauhkan diri dari orang-orang yang sesat supaya keimanannya kembali dan selalu berada bersama orang-orang yang bertakwa dan beriman. Firman Allah SWT:

"Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syetan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)," (Al-An'aam: 68).

2. Insipirasi Yang datang dari Nafsu Ammarah

Ketika Allah menciptakan jiwa manusia, Ia telah mengiringkan padanya dua kecenderungan, kecenderungan terhadap hal-hal yang baik dan kecenderungan kepada hal-hal yang buruk.

Jika manusia menghiasi dengan akhlak-akhlak terpuji, memuliakan dengan amal shaleh, dan memperbaikinya dengan ilmu dan pengajaran maka jiwa tersebut akan tumbuh di atas pondasi kecenderungan untuk mengikuti petunjuk dan kebaikan.

Adapun jika manusia mengabaikan jiwanya dan meninggalkannya tanpa perhatian sama sekali, sehingga karat jahliyiyah akan menggerogotinya, penyakit kawan-kawan jahat menutupinya, dan lingkungan yang rusak, maka sesungguhnya jiwanya akan tumbuh di atas kecenderungan kuatu untuk berbuat jahat, membuat kerusakan dan melenceng dari jalan yang benar.

Kecenderungan-kecenderungan ini, yang baik ataupun yang buruk pada jiwa manusia, telah dijelaskan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Allah SWT berfirman, “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 7-10).

Rasulullah saw. bersabda (artinya), “Setiap bayi yang dilahirkan itu menurut fitrahnya, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR Bukhari).

Imam Al-Ghazali rhm dalam kitabnya Ihya 'Ulumiddin menegaskan makna hadits di atas, yakni perihal kecenderungan dan kesiapan jiwa manusia untuk mengikuti kebaikan atau keburukan dan kesiapannya untuk istiqamah atau melenceng, beliau mengatakan, "Anak itu adalah amanah yang ada di pundak kedua orang tua, hatinya bersih sebersih batu permata mulia, dan jika ia dibinasakan berbuat jahat dan tak dipedulikan layaknya binatang ternak, maka ia akan celaka dan binasa. Adapun cara menjaganya adalah dengan mendidiknya, mengajarinya dan menuntunnya dengan akhlak-akhlak yang terpuji."

Jiwa manusia itu menurut pandangan Al-Qur'an ada tiga macam:

1. Nafsul amarah bis suu', yaitu jiwa yang selalu memerintahkan kepada hal-hal yang buruk.
2. Nafsul Lawwamah, yaitu yang selalu menyesali diri sendiri.
3. Nafsul Muthma'innah, yaitu yang penuh dengan ketenangan.

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Nafsul Ammaarah bis Suu' Allah SWT berfirman, "Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang,"(Yusuf: 53).

2. Nafsul Lawwamah Allah SWT berfirman, "Aku bersumpah demi hari kiamat, Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri),"(Al-Qiyamah: 1-2).

Mujahid menafsirkan ayat di atas, "Ia adalah jiwa yang menyesali dirinya sendiri atas kejahatan atas kejahatan mengapa ia lakukan dan menyesali kebaikan, mengapa ia tidak banyak mengerjakannya. Dan ia senantiasa menyesali meski telah bersungguh-sungguh dalam melakukan keta'atan."

Al-Farra' berkata, "Tiada jiwa yang baik ataupun yang fajir itu melainkan ia menyesali dirinya, jika ia mengerjakan kebaikan, ia mengatakan, 'Mengapa engkau tidak menambahnya lebih banyak?' Dan jika ia melakukan perbuatan buruk, ia mengatakan, 'Duhai kiranya aku tidak mengerjakannya!' Jadi bisa dikata bahwa ia merupakan sanjungan bagi jiwa."

3. Nafsul Muthma'innah

Allah SWT berfirman, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syurga-Ku," (Al-Fajr: 27-30).

Nafsul mutma'innah adalah jiwa yang teguh dan mantap dalam keimanan, taqwa, dan Islam. Ia merupakan jiwa yang paling atas kedudukan dan tingkatannya, paling tinggi kemuliaan serta kesuciannya dibandingkan dengan dua jiwa sebelumnya. Ia memiliki berbagai keistimewaan: teguh keimanannya, mantap keyakinannya, senantiasa dalam ketaatan, dan istiqamah dalam menempuh jalan Islam.

Adapun sikap dan solusi bagi orang yang diuji bagi orang yang diuji dengan jiwa yang senantiasa mengajak berbuat buruk adalah hendaknya ia mengetahui bahwa ketika Allah meletakkan pada jiwa manusia dan kecenderungan tersebut. Allah menjadikan pula di dalamnya: kebebasan untuk memilih, kekuatan iradah, akal budi, dan fitrah yang bersih. Dengannya memungkinkan bagi jiwa tersebut untuk memenangkan kecenderungan yang baik atas kecenderungan yang buruk, mendorongnya untuk melangkah di atas jalan yang lurus dan menjauhkan dari jalan maksiat dan kefasikan.

Selain itu, Allah tidak membiarkan manusia berjalan tanpa petunjuk dan terpuruk dalam hawa nafsu, akan tetapi Allah menjelaskan padanya jalan dan menerangkan cara untuk menempuh kehidupan di atas petujuk, akal sehat, dan jalan yang lurus.

Mengenai kebebasan memilih, Allah telah terangkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada yang kafir,” (Al-Insaan: 3).

Adapun mengenai kekutan irodah (kemauan), Allah SWT berfirman, “Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya Jannahlah tempat tinggalnya,” (An-Naazi’aat: 40-41).

Sementara mengenai akal, Allah berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan sundau gurau belaka. Dan sungguh kampung akherat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka apakah kalian tidak memikirkannya?” (Al-An’aam: 32).

Sedangkan mengenai fitrah Allah yang diberikan pada jiwa, Allah berfirman, “…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah…,” (Ar-Ruum: 30)

Adapun mengenai jalan yang telah Allah jelaskan, Allah berfirman, “Dan telah kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (An-Nahl: 89).

Selain itu, Allah akan memudahkan bagi manusia untuk menjalankan syari’at. Allah berfirman, “…Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian…,” (Al-Baqarah: 185).

Dengan solusi-solusi dan sikap-sikap tersebut, jiwa manusia menjadi sempurna. Sehingga ia cepat berpindah dari nafsul lawwamah menjadi nafsul muthma’innah.

Demikianlah jiwa manusia kembali kepada kemuliaannya jika ia mau membersihkan fitrah, mengokohkan iman, mengikuti manhaj (rabbani), berpegang teguh pada batas-batas syari’at Allah, berjihad fisabilillah dan meninggikan kalimat-Nya.
3. Godaan Hawa Nafsu

Yang dimaksud dengan al-hawa al-mutabba’ (hawa nafsu yang diikuti) adalah yang tercela, baik menurut pandangan syar’i maupun akal.

Apabila diperhatikan dengan seksama ayat-ayat Allah yang jelas, hadits-hadits Nabi saw. dan perkataan kaum salaf, niscaya kita dapati bahwa ketiga-tiganya sangat mencela hawa nafsu.

Di antara ayat-ayat Allah yang mencela hawa nafsu adalah firman Allah SWT, “Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan penutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya tersesat)? Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (Al-Jaatsyiah: 23).

“Andaikan kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini dan semua yang ada di dalamnya,” (Al-Mukminuun: 71).

Dan ayat-ayat lain yang senada cukup banyak jumlahnya.

Adapun dalam hadits, Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Hakim telah meriwayatkan dari Nabi saw., beliau bersabda, “Orang yang terhormat itu adalah orang yang menundukkan dirinya dan beramal untuk bekal setelah mati, dan orang yang fajir itu adalah seseorang yang dirinya memperturutkan hawa nafsunya dan berangan-berangan memperoleh balasan yang baik dari Allah.”

Dari Abu Umamah berkata, “Aku pernah mendengar Nabi saw. bersabda, ‘Tiada sesuatu di bawah langit ini yang dipertuhankan oleh manusia yang paling dibenci oleh Allah selain daripada hawa nafsu.”

Adapun di antara ucapan para salaf, sebagaimana yang diucapkan oleh sahabat Ibnu Abbas r.a., ia berkata, “Tiadalah Allah menyebut kata hawa nafsu di dalam Al-Qur’an melainkan pasti mencelanya.”

Sahal at-Tsauri berkata, “Hawa nafsumu adalah penyakitmu, jika engkau melawannya, maka ia jadi obatmu.”

Al-Isybaily az-Zahid berkata, “Lawanlah hawa nafsumu dan tentanglah, karena sesungguhnya orang yang mematuhi hawa nafsunya, maka ia akan dilepaskan oleh hawa nafsunya sejahat-jahat pelepasan. Barang siapa yang mematuhi jiwa yang keras kepala maka ia akan melemparkannya ke jurang kebinasaan.”

Dan perkataan para salaf yang senada masih cukup banyak dan tak mungkin disebutkan satu persatu.

Solusi dan Langkah Yang Harus Diambil Untuk Membebaskan Diri Dari Hawa Nafsu

1. Memperdalam iman.

Yaitu dengan menyakini dari dalam kalbu dan perasaannya bahwa Allah senantiasa menyertainya, mendengarnya, melihatnya, mengetahui apa yang ia nampakkan dan apa yang ia sembunyikan. Allah berfirman, “…tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada pembicaraan antara lima orang melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada pula pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia bersama mereka di mana pun mereka berada,” (Al-Mujaadilah: 7).

2. Mengisi waktu luang dengan sesuatu yang bermanfaat

Nabi saw. bersabda, “…tamaklah terhadap sesuatu yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah…” (HR Muslim).

3. Bergaul dengang orang-orang shaleh.

Nabi saw. bersabda, “Seorang itu mengikuti agama teman karibnya, maka hendaklah seseorang di antara kailan melihat kepada siapa dia berteman karib,” (HR Tirmidzi).

Demikianlah kiat melepaskan diri dari godaan syetan yang menyesatkan dan memohonlah pertolongan kepada Allah untuk melakukannya.