Selasa, 01 September 2009

Jelang Ramadhan Pengemis Membludak, Kenapa??


akarta -Tidak mudah membujuk Dora (15) bicara. Gadis itu selalu menutup mulut bila ditanya seputar pekerjaannya menjadi pengemis di salah satu lampu merah Tanah Abang, Jakarta. Bagi gadis asal Kuningan, Jawa Barat ini, mengemis itu aib.

Dora mengaku terpaksa menjadi pengemis. Dia juga siap menjadi buron para Satpol PP saat menertibkan gepeng sepertinya.

"Jangan diliput Mas, malu. Nanti orang kampung jadi tahu," kata Dora yang sempat menghuni Panti Sosial Kedoya, saat disapa detikRamadan di Stasiun Tanah Abang, Senin (31/8/2009).

Dora merantau ke Jakarta awal puasa kemarin. Di kampungnya, dia hanya menjadi buruh tani. Begitu juga kedua orangtuanya Maksud (45) dan Imah (40).

Saat ini, keluarga buruh tani tersebut menjadi pengemis karbitan selama Ramadan untuk menambah penghasilan.

"Per hari bisa dapat 100.000 sampai 200.000 rupiah. Itu sudah sama bapak," ujar Dora mulai membuka diri.

Dari kampungnya, terdapat sejumlah pengemis karbitan yang didrop ke Jakarta bersama-sama. Ia tidak tahu siapa bos pengemis itu. Dora hanya tahu, bila tidak mengemis di Ramadan ia tidak memperoleh uang Lebaran.

"Kalau di kampung saja, paling cuma dapat sedekah dari masjid. Cuma Rp 50.000. Buat beli baju saja tidak bisa," cetus Maksud yang tiba-tiba datang.

Menurut Maksud, sejumlah lembaga zakat sempat menggelontorkan bantuan di kampungnya. Tetapi syaratnya cukup rumit, harus yatim/piatu, lembaga dakwah (masjid atau sekolah), atau pun untuk modal dagang.

Sementara untuk buruh tani sepertinya yang ketrampilannya hanya bisa bertani tanpa bisa 'bertukang' sulit memperoleh bantuan lembaga zakat dan sedekah.

"Kalau di kampung ada yang dapat bantuan ya kayak tukang kayu, tukang montir dibuat bengkel atau nambah alat. Kalau kayak saya, tidak," kata Maksud polos.

Nah, kelas buruh tani tanpa tanah dan alat produksi itu yang nampaknya luput dari para pengelola lembaga zakat dan infak. Mainstream lembaga zakat yang kapital memberikan modal dalam bentuk modal usaha atau beasiswa untuk mengentaskan si miskin. Tidak bisa menjangkau kelas buruh tanpa alat produksi seperti Maksud.

"Yang ke sini (jadi pengemis) ya kayak saya. Di kampung nggarap sawah (milik orang). Kalau tukang kayu atau tukang bangunan masih ada pekerjaan," pungkas Maksud detil.

Selain bantuan lembaga zakat dan infak, sejumlah perusahaan mengucurkan bantuan dalam bentuk (Cooporate Social Responsibility ). Lagi-lagi syaratnya kurang lebih sama, bantuan tersebut harus efektif.

"Selama saya belum punya tanah garapan sendiri ya akan seperti ini terus," kata Maksud mengiris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Klik Comment untuk komentar dan pertanyaan Anda. TERIMAKASIH.