Rabu, 18 November 2009

Etika Da’i (Ustadz Muhammad arifin ilham)



Tidak ada kerja yang paling mulia di muka bumi ini selain kerja kepada Allah yaitu da’wah (QS 41: 34), dan kerja ini bukan profesi tapi kerja setiap pribadi mu’min, bisa dengan lisan, tulisan, harta, jabatan, seni, atau potensi apa pun yang Allah karuniakan kepada mu’min itu. Semua akan menjadi alat da’wah. Amal mulia ini membutuhkan kriteria mulia pula :

Pertama, Ikhlas ; (QS 98:5) sehingga perjalanan da’wah ini bertabur berkah (QS 37;99) diantaranya banyak manusia hijrah melalui da’wahnya. Sekali pun demikian tidak membuat dia “geer”, justru membuat dia semakin bersyukur.

Kedua, Teladan, inilah power da’wah sebenarnya. Apa yang ada dihatinya, itulah yang dia ucapkan, apa yang diucapkan itulah yang diamalkan karena dia tahu besarlah kemurkaan Allah kepada mereka yang tidak konsekwen (QS 61:3). Bukan hanya bisa memberi contoh tapi dirinya pun menjadi contoh bagi ummatnya.

Ketiga, ‘Aabid, ahli ibadah sebaik-baik juru da’wah adalah Rasulullah. Beliau tidak pernah putus berdzikir (QS 33: 41-44), tahajjud (QS 17: 79), berjama’ah dimasjid (QS 9:18), menjaga wudhu, puasa sunnah, dan sebagainya. Kekhusyuan dan kesenangan ibadah membuat hati bersih, pikiran jernih, bicara pun menjadi hikmah, akhlak pun mulia.

Keempat, Istiqomah dan Tsiqqoh (QS 41:30), komitmen dan konsisten, tidak ragu, tidak rapuh, tidak minder, apalagi riya, tidak mudah tergoda, tidak memilah milih tempat atau siapa yang mengundang dan sungguh aib besar mereka yang menentukan tarif da’wahnya. Mereka yang dicintai akan dihargai, tapi mereka yang minta dihargai tidak akan dicintai oleh ummat.

Kelima, Cinta kepada ummatnya luar biasa, memang keluarganya menjadi perhatian pertama, tetapi ummat baginya adalah yang utama. Dia persiapkan keluarganya untuk menjadi keluarga dan generasi da’wah. Perhatian dan do’anya kepada ummat menjadi nafasnya (QS 9:128). Kalau pun dia berdo’a untuk dirinya juga efeknya untuk ummat, “Ya Allah terimalah aku sebagai hamba-Mu dan jadikanlah hamba sebagai alat-Mu yang membuat banyak manusia mendekat kepada-Mu”. Ingat kecaman Rasulullah, da’i yang berdo’a hanya untuk dirinya, sungguh ia diam-diam telah mengkhianati ummatnya. Tidak heran perhatian dan do’a da’i itu hanya untuk ummatnya. Saudara-saudaranya di Palestina, Afganistan, Iraq, Khasmir, dan seterusnya, do’anya pun diakhiri dengan “waj ‘alna minhum” jadikan kami barisan mereka para mujahidin.

Keenam, Tidak merasa paling suci (QS 53: 32), sibuknya asyik memperbaiki diri dan paling cepat koreksi diri kalau belum berhasil memperbaiki ummatnya. Ingat “sebiadab-biadab manusia selama dia hidup masih ada peluang hidayah Allah, demikian sebaliknya, sealim-alim manusia selama dia hidup ada peluang kufur”. Inilah membuat dia semakin berselera berda’wah.

Ketujuh, Paham fiqih da’wah, ada tabligh, ta’lim, tarbiyah, dia tahu setiap tempat ada perkataan dan dia pun berbahasa sesuai dengan kemampuan ummatnya (QS 14:4) bukan hanya menyampaikan tetapi yang penting sampai. “Think globally but act locally” berfikir global tetapi bersikap local, itulah pribadi yang rendah hati. Inilah da’wah global di desa dunia ini.

Kedelapan, Terus semangat belajar sebagaimana semangatnya mengajar (QS 3: 79). Semakin dia ingin da’wahnya berhasil maka semakin semangat belajarnya. Tidak ada cara yang paling jitu menghilangkan keangkuhan diri dan kebodohan selain duduk mengaji lagi. Belajar pada seniornya, sayang pada sesama juru da’wah, menghormati perbedaan mana yang kontroversi dan mana yang variasi. Mengutamakan da’wah, ukhuwah, dan silaturrahim. Inilah generasi robbani yang dirindukan negeri tercinta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Klik Comment untuk komentar dan pertanyaan Anda. TERIMAKASIH.