Sabtu, 06 Maret 2010

Bila Si Buah Hati di ambang Sakratul Maut



Boston, Orangtua yang memiliki anak penderita kanker parah yang tak bisa diobati sangat tersiksa melihat kesakitan sang anak. Tahap paling sulit yang harus dilalui ketika mengurus anak di saat-saat terakhirnya.

Dr Joanne Wolfe, kepala pediatrik perawatan paliatif di Children's Hospital Boston, AS mengakui saat kondisi si anak sudah tak tersembuhkan di penghujung hidupnya banyak orangtua yang mengalami stres berat.

Belum lagi melihat kesakitan luar biasa si anak yang tak berdaya melawan kanker. Saking tak teganya melihat buah hatinya kesakitan, banyak orangtua yang meminta ke dokter agar di saat-saat terakhirnya, anak diberi morfin agar tak terlalu menderita. Morfin memang menghilangkan rasa sakit tapi efeknya bisa mempercepat kematian.

Peneliti dari Dana-Farber Cancer Institute di Amerika Serikat menanyakan 141 orangtua yang anaknya telah meninggal akibat kanker, orangtua diminta untuk menceritakan pengalamannya pada saat akhir kehidupan buah hatinya.

Sekitar 13 persen orangtua orangtua memilih agar hari-hari terakhir anaknya diberi obat-obatan seperti morfin. Tak satupun dari orangtua itu mengatakan mereka berpikir untuk mempercepat kematian karena memberikan anaknya morfin. Pemberian obat morfin dilakukan hanya agar si anak lebih tenang ketika ajal menjemput.

"Ini merupakan tahap sulit sebagai dokter untuk mengurus anak yang sekarat. Kami bertujuan menyembuhkannya atau setidaknya memberinya waktu lebih panjang, tapi seringkali kami harus berhadapan dengan anak yang menyerah pada penyakitnya. Karena itu kami harus memastikan mereka senyaman mungkin hingga akhir kehidupannya," ujar peneliti Dr Joanne seperti dikutip dari Health24, Sabtu (6/3/2010).

Berdasarkan survei, orangtua adalah motivasi utama untuk menyelamatkan buah hatinya. Tapi orangtua yang memilih morfin yang bisa mempercepat kematian anaknya, lebih karena tidak tahan melihat rasa sakit yang tak terkendali yang dialami anak. Hasil survei ini telah dilaporkan dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine.

Dr John Lantos, seorang pediatrik bioethicist dari Children's Mercy Hospitals and Clinics di Kansas City mencatat bahwa istilah 'mempercepat kematian dengan morfin' ini berbeda dengan apa yang disebut eutanasia (bunuh diri yang dibantu). Pada kasus eutanasia, pasien sengaja diberi obat atau anestesi dengan tujuan mengakhiri hidupnya.

Sedangkan pada survei ini, orangtua memilih cara mempercepat kematian dengan menggunakan morfin. Hal ini bertujuan meringankan rasa sakit yang diderita oleh anak tapi efek samping yang ditimbulkan oleh morfin bisa mempercepat kematian. Dan kedua cara ini memberikan perbedaan yang halus.

Tak mudah memang untuk memilih cara seperti itu, tapi penderitaan yang harus dihadapi sang anak menjadi perhatian lebih bagi orangtua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Klik Comment untuk komentar dan pertanyaan Anda. TERIMAKASIH.